MUI Batam Dorong Reaktualisasi Manuskrip Penyengat sebagai Khazanah Peradaban Kepri
Bersempena Hari Jadi Ke -23 Provinsi Kepri, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Batam memanfaatkan momen ini untuk mendorong reaktualisasi manuskrip Pulau Penyengat, sebuah warisan intelektual Islam dan Melayu yang sarat nilai sejarah peradaban Kepri.
KEPRI
9/24/20252 min read


Batam – Peringatan Hari Jadi Provinsi Kepulauan Riau ke-23 tahun 2025 tidak hanya menjadi ajang seremonial dan pesta rakyat, tetapi juga momentum penting untuk meneguhkan jati diri dan khazanah budaya Melayu yang telah menjadi fondasi berdirinya daerah ini.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Batam memanfaatkan momen ini untuk mendorong reaktualisasi manuskrip Pulau Penyengat, sebuah warisan intelektual Islam dan Melayu yang sarat nilai sejarah. Manuskrip tersebut selama ini tersimpan di berbagai tempat, baik di Pulau Penyengat sendiri maupun di koleksi pribadi masyarakat.
Ketua MUI Kota Batam, KH. Luqman Rifai SAg. M.Pd. menegaskan bahwa reaktualisasi manuskrip bukan sekadar menjaga dan melestarikan fisik naskah kuno, melainkan juga menghidupkan kembali gagasan, pemikiran, dan pesan moral yang terkandung di dalamnya. “Manuskrip Penyengat mengandung nilai keislaman, kebangsaan, dan kearifan lokal yang sangat relevan untuk membentuk karakter generasi Kepri di era modern ini,” ujarnya.
Manuskrip Penyengat, Warisan Peradaban
Pulau Penyengat, yang dikenal sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Riau-Lingga pada abad ke-18 hingga 19, meninggalkan jejak sejarah yang begitu kaya. Di sanalah lahir karya-karya monumental para ulama dan intelektual Melayu, salah satunya Raja Ali Haji yang terkenal dengan Gurindam Dua Belas.
Namun, lebih dari sekadar sastra, manuskrip Penyengat juga mencakup berbagai bidang ilmu: mulai dari tafsir, fikih, sejarah, tata negara, hingga etika sosial. Naskah-naskah ini menggunakan aksara Arab-Melayu dan menjadi bukti peradaban literasi yang tinggi di kalangan masyarakat Melayu saat itu
“Banyak pesan yang sangat aktual, seperti tentang keadilan, amanah, kepemimpinan, hingga adab bermasyarakat. Jika dipelajari kembali, manuskrip ini bisa menjadi panduan moral yang sesuai dengan nilai Islam sekaligus kontekstual dengan tantangan zaman,” tambah Ketua MUI Batam.
Reaktualisasi: Dari Digitalisasi hingga Pendidikan
MUI Batam menekankan bahwa reaktualisasi manuskrip Penyengat perlu dilakukan secara sistematis. Pertama, melalui upaya konservasi fisik dan digitalisasi agar naskah tetap terjaga dari kerusakan. Kedua, lewat kajian akademis yang mendalam oleh para peneliti, sejarawan, dan ulama.
Yang tak kalah penting, manuskrip tersebut harus dimanfaatkan sebagai bahan ajar di sekolah dan perguruan tinggi di Kepri. Dengan demikian, generasi muda tidak hanya mengenal manuskrip sebagai benda bersejarah, tetapi juga memahami pesan yang dikandungnya.
“Jika anak-anak Kepri sejak dini diperkenalkan pada karya-karya Penyengat, mereka akan tumbuh dengan kebanggaan terhadap identitas Melayu-Islam yang melekat di tanah ini,” jelasnya.
Momentum Hari Jadi Kepri
Peringatan Hari Jadi Provinsi Kepri ke-23 tahun ini diharapkan tidak hanya menjadi simbol perayaan, tetapi juga titik tolak memperkuat fondasi budaya. Menurut MUI Batam, manuskrip Penyengat bisa menjadi salah satu pilar identitas Kepri di tengah arus globalisasi yang seringkali mengikis tradisi lokal.
“Globalisasi tidak bisa kita tolak. Tetapi kita bisa memperkuat diri dengan warisan budaya yang kita miliki. Manuskrip Penyengat adalah khazanah yang akan menjaga marwah, identitas, dan arah peradaban Kepri ke depan,” pungkasnya
Penutup
Dengan dorongan dari MUI Batam ini, diharapkan ada langkah nyata dari pemerintah daerah, akademisi, lembaga kebudayaan, hingga masyarakat luas untuk bersinergi menjaga dan menghidupkan kembali manuskrip Penyengat. Sebab, warisan intelektual ini bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga penuntun bagi masa depan Kepulauan Riau.